by beauty Thu Jul 23, 2009 11:10 pm
** Akan lain jadinya apabila kita mau menyimak dan merenungkan dengan seksama apa yg dibabarkan Sang Buddha tentang Anicca dan Anatta
dan dapat menyadari bahwa yg terbentuk itu tidak mugkin bisa menjadi milik kita untuk selamanya – suatu hal yg pasti.
Dan bila kita dapat memahami makna yg terkandung dalam Anicca dan Anatta itu,
maka berarti kita sudah siap setiap saat berpisah dengan “milikku” itu,
karena jauh di dalam batin kita, kita sudah merasa tidak memilikinya lagi.
Tetapi jangan sampai kita salah mengerti, tidak merasa memiliki lagi apa yg sebelumnya disebut “milikku” itu, bukan berarti kita tidak peduli lagi terhadap “milikku” itu.
Harta benda yg menjadi milik kita itu harus dirawat sebaik mungkin dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan / kondisi kita.
Sedangkan terhadap anak-anak kita, walaupun secara umum dikatakan bahwa mereka telah dikaruniakan kepada kita, tetapi batin (Dhamma) sebenarnya kitalah yg “mengundang” mereka hadir dalam kehidupan ini sehingga menjadi kewajiban kita sebagai orang tua untuk merawat, mendidik, menjaga dan menyekolahkan, supaya mempunyai ketrampilan dan bekal yg cukup,
untuk menghadapi “badai” yg pasti akan muncul dalam kehidupannya nanti.
Dan yg terpenting adalah mengenalkan / membabarkan Buddha Dhamma kepada mereka,dianjurkan untuk selalu mempelajari, merenungkan, mendiskusikan, menghayati dan melaksanakannya.
Dan tidak lupa untuk meminta nasehat / petunjuk dari para Bhikkhu sebagai Siswa Sang Buddha.
Dengan demikian disamping kita berusaha melepaskan kemelekatan pada “milikku” itu, kita pun telah berusaha memenuhi kewajiban kita sesuai dengan kondisi kita masing2, yg berarti kita berada di “Jalan Dhamma”.
Jadi kesimpulan batasannya adalah :
** Kata2 “milikku” hanya perlu diucapkan / diajukan dalam kehidupan bermasyarakat saja.
** Sedangkan di dalam batin kita, terhadap Hukum Alam Semesta, kita berusaha menyesuaikan diri dan “menyatu”.
(bersambung ke : Target yang Menjadi Tujuan Umat Buddha ..............)