Namo Buddhaya,
rekan Co-ols dan rekan Gunawan , pada kesempatan kali ini saya akan menjawab pertanyaan rekan Gunawan tentang sabda Sang Buddha tsb. dibawah ini ;
" Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan engkau peroleh.
Pelaku kebaikan akan memperoleh kebaikan.
Pelaku keburukan akan memperoleh keburukan.
Jika engkau menanamkan benih yang baik,
maka engkau menikmati buah yang baik ".
( Samyutta Nikaya I : 227 ).
Memang sepintas sabda Sang Buddha tsb. diatas tidak sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari , karena ada orang yang kelakuannya sangat buruk, penipu ,berhati kejam, bahkan dengan segala cara tega untuk merugikan orang lain demi keuntungannya sendiri, tapi mengapa ia semakin jaya dan disegani?.
Sebaliknya adapula seseorang yang selama hidupnya mengabdi pada perbuatan baik, taat beragama, suka menolong orang lain.., tapi dalam kehidupannya banyak rintangan -rintangan ,hidup serba tidak berkecukupan dan bernasib buruk...
Karma bersifat samvattanika, artinya "mengarah terjadinya", Dengan demikian,
Hukum Karma adalah berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekwensi yang tak dapat diubah dan mutlak tidak dapat dihindari.Perbuatan yang dikehendaki atau karma yang diperbuat dalam kelahiran sebelumnya, merupakan benih atau akar yang turut menyebabkan nasib baik atau malang dikehidupan saat ini, dan perbuatan baik atau buruk saat ini akan turut menyebabkan nasib baik atau malang pada kehidupan berikutnya. Jadi apapun kondisi yang terjadi saat ini, apakah bahagia atau menderita adalah merupakan hasil Akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya.
Karma dapat berbuah jika hadir secara lengkap beberapa unsur yang mendukungnya. Jadi, tidak semua benih karma menghasilkan buah karma. Bila unsur pendukung berupa kondisi tidak ada, maka benih karma tidak bisa berbuah menjadi suatu efek/akibat. karma yang tidak menghasilkan buah karma disebut sebagai
Ahosi karma (karma yang sudah tidak efektif lagi).
Cara kerja Hukum Karma terkadang tampak bertolak belakang dengan kenyataan yang ada, seperti contoh fenomena tersebut diatas.... Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru?
Tentu saja bukan hukum karmanya yang keliru....., bila hukum karma diumpamakan sebagai sebuah lahan yang ditanami pohon mangga dan bibit pohon kelapa, maka sudah tentu pohon mangga akan tumbuh terlebih dahulu daripada pohon kelapa, karena keduanya mempunyai usia pertumbuhan yang berbeda.
Demikian pula halnya dengan perbuatan baik dan buruk, Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu.
Menurut ajaran Buddha,
matangnya buah karma seseorang dipengaruhi oleh banyak sekali kondisi-kondisi dan sangat kompleks. Cara kerja hukum karma sangat rumit, melibatkan banyak unsur sehingga perbuatan tidak selalu menghasilkan akibat di kehidupan sekarang, namun berkaitan dengan kehidupan masa akan datang, seperti tertera dalam Dhammapadda 119-120:
Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.
Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik
.
Demikian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat dan semoga kita bersama-sama maju dalam Buddha Dhamma.
Sadhu...sadhu.....sadhu......
Salam Metta,
Sabbe satta bhavantu sukhitatta