PERAN WANITA DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA
Beberapa agama mengajarkan bahwa wanita diberi peran oleh Tuhan, biasanya sebagai Ibu atau Isteri, dan mereka wajib melaksanakan peran itu. Agama Buddha tidaklah mengajarkan demikian. Wanita sebagai halnya lelaki, bebas untuk memilih perannya, sebagai Ibu, Isteri, Pengusaha, Biarawati, dan lain sebagainya; apapun yang mereka pikir memberi kepuasan dan kebahagiaan.
Karena mengetahui bahwa setiap insan dapat mencapai Pencerahan, Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada semua orang, dengan harapan semuanya mempelajarinya, melaksanakannya dan saling mengajarkannya.
Ketika Mara membujuknya agar mati lebih dini, Sang Buddha menjawab :
"Aku tidak akan mati sebelum para Bhikkhu, Bhikkhuni, Umat awam pria serta wanita telah mempelajari, mendalami, bijaksana dan terlatih,
dapat mengingat ajaran, menguasai ajaran utama dan tambahan serta bermoral;
sampai mereka dapat menguasai, dapat menyampaikan pada lainnya, mengajarkannya, memaklumkannya, memperdalam, menghayati, menerangkan serta membabarkannya;
sampai mereka mampu membedakannya dari ajaran salah yang diajarkan oleh yang lainnya
dan dapat menyebarkan kebenaran yang meyakinkan serta dapat membebaskan ini, kesegala penjuru.
Aku tidak akan mati sampai tata kehidupan yang suci telah dicapai, dihargai dan dihormati;
sampai ajaran kebenaran ini dikenal luas diantara dewa dan manusia."
( Digha Nikaya ; II:104 )
dapat mengingat ajaran, menguasai ajaran utama dan tambahan serta bermoral;
sampai mereka dapat menguasai, dapat menyampaikan pada lainnya, mengajarkannya, memaklumkannya, memperdalam, menghayati, menerangkan serta membabarkannya;
sampai mereka mampu membedakannya dari ajaran salah yang diajarkan oleh yang lainnya
dan dapat menyebarkan kebenaran yang meyakinkan serta dapat membebaskan ini, kesegala penjuru.
Aku tidak akan mati sampai tata kehidupan yang suci telah dicapai, dihargai dan dihormati;
sampai ajaran kebenaran ini dikenal luas diantara dewa dan manusia."
( Digha Nikaya ; II:104 )