Seperti biasa Hendra, Kepala Cabang sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba dirumahnya pada pukul 9 malam.
Tidak seperti biasanya Bella, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
“Kok belum tidur?” sapa Hendra sambil mencium anaknya.
Biasanya Bella memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Bella menjawab,
“Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa???”
“Lho tumben kok nanya gaji Papa? Mau minta uang lagi, ya?”
“Ah enggak kok Pa, pengen tahu aja” ucap Bella singkat.
“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, tapi kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo?”
Bella berlari sambil mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Hendra beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Bella berlari mengikutinya.
“Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong?” katanya.
“Wah pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur!” perintah Hendra.
Tetapi Bella tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,
Bella kembali bertanya, “Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak?”
“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah!!!”
Kesabaran Hendra pun habis. “Papa bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Bella. Anak kecil itupun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Hendra nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Bella dikamar tidurnya. Anak kesayanganya itu belum tidur. Bella didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- ditangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Hendra berkata, “Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Bella. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itupun Papa kasih” jawab Hendra.
“Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini”.
“Iya, iya, tapi buat apa?” tanya hendra lembut.
“Aku menunggu Papa dari jam 8 malam. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalau waktu Papa itu sangat berharga.
Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi uang tabunganku kurang Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa” kata Bella polos.
Hendra pun terdiam ia kehilangan kata-kata.
Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang ia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya.
Tidak seperti biasanya Bella, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
“Kok belum tidur?” sapa Hendra sambil mencium anaknya.
Biasanya Bella memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Bella menjawab,
“Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa???”
“Lho tumben kok nanya gaji Papa? Mau minta uang lagi, ya?”
“Ah enggak kok Pa, pengen tahu aja” ucap Bella singkat.
“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, tapi kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo?”
Bella berlari sambil mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Hendra beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Bella berlari mengikutinya.
“Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong?” katanya.
“Wah pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur!” perintah Hendra.
Tetapi Bella tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,
Bella kembali bertanya, “Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak?”
“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah!!!”
Kesabaran Hendra pun habis. “Papa bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Bella. Anak kecil itupun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Hendra nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Bella dikamar tidurnya. Anak kesayanganya itu belum tidur. Bella didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- ditangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Hendra berkata, “Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Bella. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itupun Papa kasih” jawab Hendra.
“Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini”.
“Iya, iya, tapi buat apa?” tanya hendra lembut.
“Aku menunggu Papa dari jam 8 malam. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalau waktu Papa itu sangat berharga.
Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi uang tabunganku kurang Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa” kata Bella polos.
Hendra pun terdiam ia kehilangan kata-kata.
Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang ia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya.