Kisah Angulimala Thera
DHAMMAPADA XIII : 173 Angulimala adalah putra seorang kepala pendeta di istana Raja Pasenadi dari Kosala. Nama aslinya adalah Ahimsaka. Ketika dia sudah cukup umur, ia dikirim ke Taxila, sebuah universitas besar yang terkenal.
Ahimsaka sangat pandai dan juga patuh kepada gurunya. Oleh karena itu ia di senangi oleh guru maupun isteri gurunya. Murid-murid yang lain menjadi iri hati kepadanya. Mereka pergi kepada gurunya dan memfitnah bahwa Ahimsaka terlibat hubungan gelap dengan isteri gurunya.
Mulanya, sang guru tidak mempercayai mereka, tetapi setelah di sampaikan beberapa kali dia mempercayai mereka. Dia bersumpah untuk mengenyahkan Ahimsaka, "Ahimsaka, engkau benar-benar murid terkutuk!! akan ku lenyapkan kau dari muka bumi ini"
Untuk melenyapkan anak tersebut harus dengan cara yang sangat kejam, sehingga dia memikirkan sebuah rencana yang lebih kejam dari pembunuhan. Dia mengajarkan Ahimsaka untuk membunuh seribu orang lelaki maupun wanita dan setelah kembali dia berjanji untuk memberikan kepada Ahimsaka pengetahuan yang tak ternilai.
Ahimsaka melakukan pembunuhan manusia, dan tidak pernah lalai menghitung. Dia merangkai setiap jari dari setiap orang yang dibunuhnya. Oleh karena itu dia terkenal dengan nama Angulimala, dan menjadi pengacau daerah itu.
Raja mendengar perihal perbuatan Angulimala, dan raja membuat persiapan untuk menangkapnya.
Mantani, ibu dari Angulimala, mendengar maksud raja. Karena cinta pada anaknya, ia memasuki hutan, dan berusaha untuk menyelamatkan anaknya.
Pada waktu itu, kalung jari di leher Angulimala telah mencapai sembilan ratus sembilan puluh sembilan jari, dan tinggal satu jari akan menjadi seribu.
Pagi-pagi sekali pada hari itu, Sang Buddha melihat Angulimala dalam penglihatan bathin-Nya, dan berpikir bahwa jika Beliau tidak menghalangi Angulimala, yang sedang menunggu orang terakhir untuk memperoleh seribu jari, akan melihat ibunya dan bisa membunuhnya. yg akan mengakibatkan Angulimala akan menderita di alam neraka (niraya) yang tiada akhirnya. Dengan perasaan cinta kasih, Sang Buddha menuju hutan dimana Angulimala berada.
Sementara itu, Angulimala, setelah lama tidak tidur siang dan malam, sangat letih dan lelah. Sambil beristirahat ia berpikir "tinggal satu orang lagi maka sempurnalah tugasku mengumpulkan 1000 jari yang ditugaskan guru. Dia memutuskan untuk membunuh siapa saja orang yang dijumpainya.
Ketika sedang menunggu, tiba-tiba dia melihat Sang Buddha dan berkata: "eh siapa itu?? seorang pertapa kelihatannya, hehehh inilah sasaranku terakhir!. Setelah itu dengan pedang terhunus ia mengejar Sang Buddha.
Tetapi walaupun Angulimala berlari dengan kencang berputar-putar sepanjang hutan dan desa tetap saja ia tidak dapat menyusul Sang Buddha yang berjalan dengan tenang. Akhirnya Angulimala kehabisan tenaga.
"O bhikkhu, berhenti!, berhenti!!"
Dan Sang Buddha menjawab, "Aku telah berhenti, kamulah yang belum berhenti".
Angulimala tidak mengerti arti kata-kata Sang Buddha, sehingga dia bertanya,
"O bhikkhu! Mengapa engkau berkata bahwa engkau telah berhenti dan saya belum berhenti?"
Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, "Aku berkata bahwa Aku telah berhenti, karena Aku telah berhenti menyiksa dan membunuh semua makhluk, dan Aku telah mengembangkan diri-Ku dalam cinta kasih yang universal, kesabaran, dan pengetahuan yang tanpa cela. Tetapi, kamu belum berhenti membunuh atau menyiksa makhluk lain dan kamu belum mengembangkan dirimu dalam cinta kasih yang universal dan kesabaran. Karena itu, kamulah orang yang belum berhenti".
Begitu mendengar kata-kata ini dari mulut Sang Buddha, Angulimala berpikir, "Ini adalah kata-kata orang yang bijaksana. Bhikkhu ini amat sangat bijaksana dan amat sangat berani, dia pasti adalah pemimpin para bhikkhu. Tentu, dia pasti adalah Sang Buddha Gotama! Dia pasti datang kemari khusus untuk membuat saya menjadi sadar".
Dengan berpikir demikian, dia melemparkan senjatanya dan memohon kepada Sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhu. Kemudian di tempat itu juga, Sang Buddha menerimanya menjadi seorang bhikkhu.
Ibu Angulimala mencari anaknya di dalam hutan dengan menyebut-nyebut namanya, tetapi gagal menemukannya lalu ia kembali ke rumah. Ketika raja dan para prajuritnya datang untuk menangkap Angulimala, mereka menemukannya di vihara Sang Buddha. Mengetahui bahwa Angulimala telah menghentikan perbuatan jahatnya dan menjadi seorang bhikkhu, raja dan para prajuritnya kembali pulang.
Selama tinggal di vihara, Angulimala dengan rajin dan tekun melatih meditasi, dalam waktu yang singkat dia mencapai tingkat kesucian arahat.
Pada suatu hari ketika Angulimala sedang berjalan untuk menerima dana makanan, ia melewati suatu tempat di mana terjadi pertengkaran antara sekumpulan orang. Ketika mereka saling melemparkan batu-batu, beberapa batu mengenai kepala Angulimala dan melukainya.
Dengan luka parah Angulimala berjalan pulang ke Vihara menemui Sang Buddha, dan Sang Buddha berkata kepadanya, "Angulimala! Kamu telah melepaskan perbuatan jahat. Bersabarlah. Saat ini kamu sedang menerima akibat perbuatan-perbuatan jahat yang telah kamu lakukan. Perbuatan-perbuatan jahat itu bisa menyebabkan penderitaan yang tak terkira lamanya dalam alam neraka".
Segera setelah itu, Angulimala meninggal dunia dengan tenang, dia telah merealisasi "Kebebasan Akhir" (parinibbana).
Para bhikkhu yang lain bertanya kepada Sang Buddha dimanakah Angulimala akan bertumimbal lahir, Sang Buddha menjawab, "Angulimala telah merealisasi kebebasan akhir (parinibbana)".
Para Bhikkhu yang mendengar jawaban Sang Buddha menjadi terkejut lalu mereka bertanya lagi kepada Sang Buddha apakah mungkin seseorang yang sudah begitu banyak membunuh manusia dapat mencapai parinibbana.
Terhadap pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, Angulimala telah banyak melakukan perbuatan jahat karena dia tidak memiliki teman-teman yang baik. Tetapi kemudian, dia menemukan teman-teman yang baik dan dengan bantuan mereka serta nasehat yang baik dia telah dengan mantap dan penuh perhatian melaksanakan Dhamma. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan jahatnya telah disingkirkan oleh kebaikan (ARAHATTA MAGGA)".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 173 berikut:
Barang siapa meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan dengan jalan berbuat kebajikan,
maka ia akan menerangi dunia ini bagai bulan yang bebas dari awan.