Umat Buddha tidak melakukan sumpah

SUMPAH, bagi sebagian keyakinan merupakan hal yang 'sakral, karena sumpah diyakini sebagai landasan dari kebenaran yang hendak disampaikan oleh yang bersangkutan. Lalu, bagaimana pula pandangan Buddha Dharma mengenai sumpah ini?

Dalam pelantikan jabatan di pemerintahan, sering kali dilakukan pengambilan sumpah bagi pemangku jabatan. Sumpah dalam konteks ini diyakini dapat menjadi pengendali yang akan mencegah terjadinya sepak terjang tidak benar dari sang pemangku jabatan semasa memegang jabatan tersebut. Yang sering kita lihat adalah pengambilan sumpah jabatan dalam pelantikan para menteri kabinet pemerintahan. Satu masa pernah ada pelantikan seorang menteri yang beragama Buddha. Hal menarik yang terjadi adalah bahwa calon menteri tersebut tidak melakukan sumpah. Hal ini terjadi karena sumpah memang sesungguhnya tidak dikenal dalam ajaran Buddha.

Bersumpah memiliki arti bahwa si pelaku sumpah menyampaikan sesuatu yang diyatakan sebagai suatu hal yang benar (misal sumpah di pengadilan), atau meyakinkan orang lain akan moralitas dirinya (misal sumpah jabatan), pun dapat bermakna menyertakan sebuah kutukan ataupun hukuman dari 'sesuatu yang kuasa' jika sumpah itu dilanggar, walaupun kutukan atau hukuman tersebut tidak diucapkan secara eksplisit. Singkatnya, esensi bersumpah adalah bahwa jika sumpah yang telah diucapkan itu dilanggar, maka kelak akan menerima 'hukuman' baik dalam kehidupan ini ataupun kelak setelah meninggal.

Di dalam tinjauan Buddha Dharma, yang kita kenal bukanlah sumpah (swear), melainkan adalah ikrar atau tekad (vow). Tekad/ikrar berpusat pada diri sendiri, sedangkan sumpah berpusat pada 'sesuatu' di luar diri kita.

Adalah hal yang indah bila segala sesuatu yang kita lakukan berawal dari dan berpulang pada diri kita sendiri. Ini adalah perbuatan mulia dari seorang bajik yang penuh diliputi kesadaran yang akan selalu menjaga perbuatan tubuh, ucapan dan pikirannya dengan tanpa menggantungkan diri pada sesuatu di luar dirinya. Sedang bagi mereka yang melanggar tekad tergolong pelanggaran atas sila keempat dari Pancasila Buddhis yakni berbohong.

Pelanggaran tekad juga menunjukkan betapa lemahnya kekuatan mental dari si pelaku. Berbohong dan kelemahan mental ini merupakan benih buruk yang kelak akan mendatangkan akibat yang buruk. Ini adalah hukum sebab akibat yang adil dan universal.

Umat Buddha yang melakukan perbuatan buruk karena lemahnya mental dapat melakukan perbaikan dengan pelatihan diri yang lebih tekun dan berupaya mewujudkan tekadnya. Inilah penebusan sejati atas pelanggaran tekad. Dari sini dapat diketahui pula bahwa tekad yang kita kembangkan adalah berlaku bukan hanya seumur hidup, melainkan berlaku pula dalam setiap kehidupan kita.

Tak sulit kan memahami kenapa Buddha Dharma tidak mengenai sumpah

sumpah apaan sih? kok aku ga ngerti ya???
kk cools...
sumpel aku tau..
sampah juga tau..
tapi..
apa itu sumpah? kata yang ga pernah gw pakai dari 13 tahun yang lalu. jadi lupa deh...