Dharma Discussion Forum

please join us

Join the forum, it's quick and easy

Dharma Discussion Forum

please join us

Dharma Discussion Forum

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Dharma Discussion Forum

Forum Buddhis Indonesia


    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 1:56 am

    Bab I
    Syair Berpasangan / The Twin Verses

    (Yamaka Vagga)



    Kisah Cakkhupala Thera

    DHAMMAPADA I, 1


    Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

    "Iiih, mengapa banyak serangga yang mati di sini?" seru seorang bhikkhu.

    "Ah, jangan-jangan...", celetuk yang lain.

    "Jangan-jangan apa?" sergah beberapa bhikkhu.

    "Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!" jawabnya.

    "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi.

    "Begini, sebelum sang thera berdiam di sini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya".

    "Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!" seru beberapa bhikkhu.

    "Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya", timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.

    Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa "Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!"

    Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, "Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?"

    "Tidak bhante", jawab mereka serempak.

    Sang Buddha kemudian menjawab, "Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh".

    "Bagaimana seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?" tanya beberapa bhikkhu.

    Maka Sang Buddha menceritakan kisah di bawah:

    Pada kehidupan lampau, Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin.

    "Tuan, tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi, apabila sembuh, saya berjanji dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan", pinta wanita itu.

    Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib.

    Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah.

    Setelah diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak diperlihatkan kepada wanita itu.

    "Oh, kalau begitu akan kuganti obatmu", demikian jawabnya. "Nantikan pembalasanku!" serunya dalam hati.

    Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan sang tabib.

    Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupan selanjutnya.


    Mengakhiri ceriteranya, Sang Buddha kemudian membabarkan syair di bawah ini:

    Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
    pikiran adalah pemimpin,
    pikiran adalah pembentuk.
    Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat,
    maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati
    mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya
    .


    Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analitis "Pandangan Terang" (pati-sambhida).

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 2:06 am

    Kisah Matthakundali


    DHAMMAPADA I, 2


    Seorang brahmana bernama Adinnapubbaka mempunyai anak tunggal yang amat dicintai dan disayangi bernama Mattakundali. Sayang, Adinnapubbaka adalah seorang kikir dan tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain. Bahkan perhiasan emas untuk anak tunggalnya dikerjakan sendiri demi menghemat upah yang harus diberikan kepada tukang emas.

    Suatu hari, anaknya jatuh sakit, tetapi tidak satu tabibpun diundang untuk mengobati anaknya. Ketika menyadari anaknya telah mendekati ajal, segera ia membawa anaknya keluar rumah dan dibaringkan di beranda, sehingga orang-orang yang berkunjung ke rumahnya tidak mengetahui keadaan itu.

    Sebagaimana biasanya, di waktu pagi sekali, Sang Buddha bermeditasi. Setalah selesai, dengan mata Ke-Buddha-an Beliau melihat ke seluruh penjuru, barangkali ada makhluk yang memerlukan pertolongan. Sang Buddha melihat Matthakundali sedang berbaring sekarat di beranda. Beliau merasa bahwa anak itu memerlukan pertolongannya.

    Setelah memakai jubahnya, Sang Buddha memasuki kota Savatthi untuk berpindapatta. Akhirnya Beliau tiba di rumah brahmana Adinnapubbaka. Beliau berdiri di depan pintu rumah dan memperhatikan Matthakundali. Rupanya Matthakundali tidak sadar sedang diperhatikan. Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari tubuh-Nya, sehingga mengundang perhatian Matthakundali, brahmana muda.

    Ketika brahmana muda melihat Sang Buddha timbullah keyakinan yang kuat dalam batinnya. Setelah Sang Buddha pergi, ia meninggal dunia dengan hati yang penuh keyakinan terhadap Sang buddha dan terlahir kembali di alam surga Tavatimsa.

    Dari kediamannya di surga, Matthakundali melihat ayahnya berduka-cita atas dirinya di tempat kremasi. Ia merasa iba. Kemudian ia menampakkan dirinya sebagaimana dahulu sebelum ia meninggal, dan memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlahir di alam surga Tavatimsa karena keyakinannya kepada Sang Buddha. Maka ia menganjurkan ayahnya mengundang dan berdana makanan kepada Sang Buddha.

    Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan.

    Selesai makan, ia bertanya, "Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir di alam surga; hanya karena berkeyakinan terhadap Buddha tanpa berdana dan tanpa melaksanakan moral (sila)?"

    Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya dihiasi dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan kepada orang tua dan sanak keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir di alam surga Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan dewa tersebut menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha.

    Pertemuan itu diakhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini:

    Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
    pikiran adalah pemimpin,
    pikiran adalah pembentuk.
    Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni,
    maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang
    yang tak pernah meninggalkan bendanya.


    Pada akhir khotbah Dhamma itu, Matthakundali dan Adinnapubbaka langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kelak, Adinnapubbaka mendanakan hampir semua kekayaannya bagi kepentingan Dhamma.

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 2:12 am

    Kisah Tissa Thera



    DHAMMAPADA I, 3 - 4


    Tissa adalah putra kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. Ia menjadi bhikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunjung kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, di samping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya.

    Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan.

    Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.

    Sang Buddha juga mengatakan bahwa bukan pada kehidupan kini saja bhikkhu Tissa mempunyai watak keras kepala, juga pada kehidupan sebelumnya. Bhikkhu Tissa pernah terlahir sebagai seorang pertapa yang keras kepala bernama Devala. Karena suatu kesalahpahaman, ia mencerca seorang pertapa suci. Meskipun raja ikut campur tangan dengan memintakan ampun kepada pertapa suci itu, Devala tetap berkeras kepala dan menolak untuk melakukannya. Hanya dengan paksaan dan tekanan dari raja, Devala barulah mau meminta ampun kepada pertapa suci itu.

    Pada akhir wejangannya Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini:

    "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya".
    Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.

    "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya".
    Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.


    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 2:17 am

    Kisah Kalayakkhini



    DHAMMAPADA I, 5

    Ada seorang laki-laki perumah tangga mempunyai istri yang mandul. Karena merasa mandul dan takut diceraikan oleh suaminya, ia menganjurkan suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain yang dipilih olehnya sendiri. Suaminya menyetujui dan tak berapa lama kemudian istri muda itu mengandung.

    Ketika istri mandul itu mengetahui bahwa madunya hamil, ia menjadi tidak senang. Dikirimkannya makanan yang telah diberi racun, sehingga istri muda itu keguguran. Demikian pula pada kehamilan yang kedua. Pada kehamilannya yang ketiga, istri muda itu tidak memberi tahu kepada istri tua. Karena kondisi fisiknya kehamilan itu diketahui juga oleh istri tua. Berbagai cara dicoba oleh istri tua agar kendungan madunya itu gugur lagi, yang akhirnya menyebabkan istri muda itu meninggal pada saat persalinan. Sebelum meninggal, wanita malang itu dengan hati yang dipenuhi kebencian bersumpah untuk membalas dendam kepada istri tua.

    Maka permusuhan itupun dimulai.

    Pada kelahiran berikutnya, istri tua terlahir sebagai ayam betina dan istri muda terlahir sebagai seekor kucing dan memakan habis telur2 ayam betina tsb. Kemudian dalam kehidupan berikutnya ayam betina terlahir menjadi seekor macan tutul dan memangsa mati seekor rusa betina beserta keturunannya yg sebelumnya adalah kucing, permusuhan itu berlangsung terus selama 500x kehidupan kedua mahluk tersebut, dan akhirnya mereka terlahir sebagai seorang wanita perumah tangga di kota Savatthi dan yang satu lagi sebagai raksasa wanita.

    Suatu ketika raksasa wanita melihat si wanita yang sedang menggendong bayinya dan mengenalinya sebagai musuh lamanya. si wanita ketakutan dan melarikan diri sambil membawa bayinya. Wanita itu menuju Vihara Jetavana dimana Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma, ia berlari ke sana dan meletakkan bayinya di kaki Sang Buddha sambil memohon perlindungan.

    Sedangkan raksasa wanita tertahan di depan pintu vihara tidak diperkenankan masuk oleh dewa penjaga Vihara. Sang Buddha yang mengetahui kehadiran si raksasa tsb meminta Ananda untuk membawa masuk mahluk halus tsb.

    Ketika raksasa itu datang Sang Buddha Gotama menegur keduanya perihal rantai permusuhan yang panjang di antara keduanya.

    Sang Buddha menceritakan asal mula permusuhan mereka pada kehidupan yang lampau, dan berkata:
    " Jika kalian berdua tidak datang kepadaku hari ini, permusuhan kalian akan berlangsung tanpa akhir. Permusuhan tidak dapat diredakan dengan permusuhan, permusuhan hanya dapat diredakan dengan cinta kasih, kebencian akan berakhir melalui persahabatan, kasih sayang, saling pengertian, dan niat baik".

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 5 berikut ini:

    Seseorang yang menginginkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menimbulkan penderitaan pada orang lain, maka ia tidak akan terbebas dari kebencian, ia akan terjerat dalam kebencian.

    Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian.
    Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci.
    Inilah satu hukum abadi.


    Sang Buddha kemudian meminta kepada wanita itu untuk menyerahkan anaknya untuk digendong raksasa, karena keyakinannya yang kuat terhadap Sang Buddha ia segera menyerahkan anaknya kepada raksasa. karena memiliki keyakinan yang kuat si wanita mencapai tingkat kesucian Sotapatti.

    Sedangkan Si raksasa menerima anak itu dengan hangat. Anak itu dicium dan dibelainya dengan penuh kasih sayang, bagaikan anaknya sendiri. Setelah itu dikembalikan ke ibunya kembali, kemudian si raksasa berkata: Bhante, mulai hari ini saya akan menjadi pengikut ajaran Sang Buddha dan berlindung dalam Tiga Permata yaitu: Buddha, Dhamma dan Sangha.

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 10:57 am

    Kisah Pertengkaran di Kosambi



    DHAMMAPADA I, 6


    Suatu waktu, bhikkhu-bhikkhu Kosambi terbentuk menjadi dua kelompok. Kelompok yang satu pengikut guru ahli vinaya, sedang kelompok lain pengikut guru ahli Dhamma. Mereka sering berselisih paham sehingga menyebabkan pertengkaran. Mereka juga tak pernah mengacuhkan nasehat Sang Buddha. Berkali-kali Sang Buddha menasehati mereka, tetapi tak pernah berhasil, walaupun Sang Buddha juga mengetahui bahwa pada akhirnya mereka akan menyadari kesalahannya.

    Maka Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassa-Nya sendirian di hutan Rakkhita dekat Palileyyaka. Di sana Sang Buddha dibantu oleh gajah Palileyya.

    Umat di Kosambi kecewa dengan kepergian Sang Buddha. Mendengar alasan kepergian Sang Buddha, mereka menolak memberikan kebutuhan hidup para bhikkhu di Kosambi.

    Karena hampir tak ada umat yang menyokong kebutuhan para bhikkhu, mereka hidup menderita. Akhirnya mereka menyadari kesalahan mereka, dan menjadi rukun kembali seperti sebelumnya.

    Namun, umat tetap tidak memperlakukan mereka sebaik seperti semula, sebelum para bhikkhu mengakui kesalahan mereka di hadapan Sang Buddha. Tetapi, Sang Buddha berada jauh dari mereka dan waktu itu masih pada pertengahan vassa. Terpaksalah para bhikkhu menghabiskan vassa mereka dengan mengalami banyak penderitaan.

    Di akhir masa vassa, Yang Ariya Ananda bersama banyak bhikkhu lainnya pergi menemui Sang Buddha, menyampaikan pesan Anathapindika serta para umat yang memohon Sang Buddha agar pulang kembali. Demikianlah. Sang Buddha kembali ke vihara Jetavana di Savatthi. Di hadapan Beliau para bhikkhu berlutut dan mengakui kesalahan mereka.

    Sang Buddha mengingatkan, bahwa pada suatu saat mereka semua pasti mengalami kematian, oleh karena itu mereka harus berhenti bertengkar dan jangan berlaku seolah-olah mereka tidak akan pernah mati.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 6 berikut ini:

    Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa
    tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri semua pertengkaran.


    Semua bhikkhu mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah khotbah Dhamma itu berakhir

    Like a Star @ heaven

    ket: Sotapatti = tingkat kesucian pertama

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 2:18 pm

    Kisah Mahakala Thera



    DHAMMAPADA I , 7-8


    Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara dari kota Setabya. Suatu ketika dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya mereka berkesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut bergabung dalam anggota Sangha tetapi dengan tujuan berkenalan dengan para bhikkhu dan menjaga saudaranya.

    Mahakala bersungguh-sungguh dalam latihan pertapaannya di kuburan (Sosanika Dhutanga), dan tekun bermeditasi dengan obyek kelapukan dan ketidak-kekalan. Akhirnya ia memperoleh "Pandangan Terang" dan mencapai tingkat kesucian arahat.

    Di dalam perjalanan-Nya, Sang Buddha bersama murid-murid-Nya, termasuk Mahakala dan Culakala, singgah di hutan Simsapa, dekat Setabya. Ketika berdiam di sana, bekas istri-istri Culakala mengundang Sang Buddha beserta murid-murid Beliau ke rumah mereka untuk menerima dana makanan. Culakala sendiri terlebih dulu pulang untuk mempersiapkan tempat duduk bagi Sang Buddha dan murid-murid-Nya.

    Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh bekas istri-istri Culakala untuk merayunya, agar ia mau kembali kepada mereka.

    "Kakanda, alangkah kurusnya engkau sekarang. Tentu selama ini kakanda sangat menderita. Mari, adinda bersedia memijit kakanda untuk menghilangkan lelah, seperti dahulu kala. O, kakanda, marilah kita bergembira seperti dahulu lagi".

    Pada dasarnya Culakala memang tidak tekun dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajibannya sebagai bhikkhu. Mendengar berbagai rayuan dan rangsangan, batinnya tidak kuat. Nafsunya tergugah, tanpa pikir panjang lagi dilemparkannya jubahnya dan kembalilah ia kepada kehidupan duniawi, sebagai perumah tangga.

    Melihat para istri Culakala berhasil mendapatkan suaminya kembali, para istri Mahakala pun tidak mau kalah. Pada hari berikutnya, bekas istri-istri Mahakala mengundang Sang Buddha bersama murid-murid-Nya ke rumah mereka, dengan harapan mereka dapat melakukan hal yang sama terhadap Mahakala.

    Setelah berdana makanan, mereka meminta kepada Sang Buddha untuk membiarkan Mahakala tinggal sendirian untuk melakukan pelimpahan jasa (anumodana). Sang Buddha mengabulkan. Bersama murid-murid lain Beliau meninggalkan tempat tersebut.

    Sewaktu tiba di pintu gerbang dusun, para bhikkhu mengungkapkan kekhawatiran dan keprihatinan mereka. Mereka merasa khawatir karena Mahakala telah diijinkan untuk tinggal sendiri. Mereka merasa takut kalau terjadi sesuatu, seperti Culakala saudaranya, sehingga Mahakala juga akan memutuskan untuk meninggalkan pasamuan bhikkhu, kembali hidup bersama bekas istri-istrinya.

    Terhadap hal ini, Sang Buddha menjelaskan bahwa kedua saudara itu tidak sama. Culakala masih menuruti kesenangan nafsu keinginan, malas, dan lemah; dia seperti pohon lapuk. Mahakala sebaliknya. Tekun, mantap, dan kuat dalam keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha; dia seperti gunung karang.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 7 dan 8 berikut ini:

    Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
    yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat,
    maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.

    Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
    yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat,
    maka Mara tidak dapat menguasai dirinya, bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.


    Saat itu bekas istri-istri Mahakala mengelilinginya dan berusaha merayu agar Mahakala melepaskan jubah kuningnya. Mahakala mengetahui upaya mereka, maka ia tetap berdiam diri saja. Tetapi, istri-istrinya berusaha lebih keras lagi. Melihat itu, Mahakala merasa tak ada gunanya lagi berdiam di situ. Ia berdiri, dengan kemampuan batin luar biasa ia melesat ke angkasa melewati atap rumah. Ia tiba tepat di bawah kaki Sang Buddha saat Beliau tengah mengakhiri pembabaran dua syair di atas

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Mon Aug 03, 2009 2:30 pm

    Kisah Devadatta



    DHAMMAPADA I , 9-10


    Suatu ketika kedua murid utama Sang Buddha: Yang Ariya Sariputta dan Yang Ariya Maha Moggallana, pergi dari Savatthi menuju Rajagaha. Di sana, orang-orang Rajagaha mengundang mereka, bersama seribu pengikut mereka, untuk menerima makan pagi.

    Pada kesempatan itu seseorang menyerahkan selembar kain, seharga seratus ribu, kepada penyelenggara upacara untuk didanakan. Dia mengharapkan mereka mengatur dan menggunakan pemberiannya untuk upacara itu. Kalau masih terdapat kelebihan, diberikan kepada siapa saja dari para bhikkhu yang dianggap layak. Hal itu juga terjadi jika tidak terdapat kekurangan maka kain tersebut akan diberikan pada salah satu dari para Thera. Karena kedua murid utama mengunjungi Rajagaha hanya pada saat-saat tertentu, maka kain itu akan diberikan pada Devadatta, yang tinggal menetap di Rajagaha.

    Devadatta segera membuat kain itu menjadi jubah-jubah dan dengan bangga ia memakainya. Kemudian seorang bhikkhu yang dapat dipercaya dari Rajagaha datang ke Savatthi memberi hormat kepada Sang Buddha, dan menceritakan kepada-Nya tentang Devadatta dan jubah yang terbuat dari kain seharga seratus ribu.

    Sang Buddha berkata bahwa kejadian itu bukan yang pertama kali, Devadatta telah memakai jubah-jubah yang tidak patut diterimanya. Sang Buddha kemudian menghubungkannya dengan kisah berikut ini.

    Devadatta pernah menjadi pemburu gajah pada salah satu kehidupannya yang lampau. Pada waktu itu, dalam hutan tertentu, terdapat sekelompok besar gajah. Suatu hari, sang pemburu memperhatikan gajah-gajah ini berlutut kepada Paccekabuddha. Setelah mengamatinya, sang pemburu mencuri bagian paling atas dari jubah kuning, lalu menutupi badannya dan memegangnya. Kemudian dengan memegang tombak pada tangannya, dia menunggu gajah-gajah pada jalur yang biasa dilewati. Gajah-gajah datang dan menganggapnya seorang Paccekabuddha, gajah-gajah itu berlutut dengan membungkukkan badan untuk memberi hormat. Mereka dengan mudah menjadi mangsa bagi sang pemburu. Ia bunuh gajah-gajah pada barisan terakhir satu persatu setiap harinya, dan hal itu dilakukannya hingga berhari-hari.

    Sang Bodhisatta (Calon Buddha) adalah pemimpin dari kawanan gajah itu, saat mengetahui kekurangan jumlah pengikutnya, dia memutuskan untuk menyelidiki dan mengikuti kawanannya pada akhir dari barisan. Dia telah berjaga-jaga dan oleh karena itu dapat menghindari tombak. Dia menangkap sang pemburu dengan belalainya dan melemparkan pemburu itu ke tanah. Melihat jubah kuning, dia berhenti dan menyelamatkan hidup sang pemburu.

    Sang pemburu tidak berhasil membunuh dengan menggunakan tipuan jubah kuning dan perilaku seperti itu adalah perbuatan buruk. Sang pemburu jelas tidak berhak memakai jubah kuning.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 9 dan 10 berikut ini:

    Barang siapa belum bebas dari kekotoran-kekotoran batin,
    yang tidak memiliki pengendalian diri serta tidak mengerti kebenaran,
    sesungguhnya tidak patut ia mengenakan jubah kuning.

    Tetapi, ia yang telah dapat membuang kekotoran-kekotoran batin,
    teguh dalam kesusilaan, memiliki pengendalian diri serta mengerti kebenaran,
    maka sesungguhnya ia patut mengenakan jubah kuning.

    Banyak para bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian sotapati, setelah khotbah Dhamma itu berakhir

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Tue Aug 04, 2009 2:07 am

    Kisah Sariputta Thera



    DHAMMAPADA I , 11-12


    Upatissa dan Kolita adalah dua orang pemuda dari dusun Upatissa dan dusun Kolita, dua dusun di dekat Rajagaha. Ketika melihat suatu pertunjukan, mereka menyadari ketanpa-intian dari segala sesuatu. Lama mereka berdua mendiskusikan hal itu, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya mereka bersama-sama memutuskan untuk mencari jalan keluarnya.

    Pertama-tama, mereka berguru kepada Sanjaya, pertapa pengembara di Rajagaha. Tetapi mereka merasa tidak puas dengan apa yang ia ajarkan. Karena itu, mereka pergi mengembara ke seluruh daerah Jambudipa untuk mencari guru lain yang dapat memuaskan mereka.


    Lelah melakukan pencarian, akhirnya mereka kembali ke daerah asal mereka, karena tidak menemukan Dhamma yang sebenarnya. Pada saat itu mereka berdua saling berjanji, akan terus mencari. Jika di antara mereka ada yang lebih dahulu menemui kebenaran Dhamma harus memberitahu yang lainnya.

    Suatu hari, Upatissa bertemu dengan Assaji Thera dan belajar darinya tentang hakekat Dhamma. Sang Thera mengucapkan syair awal, "Ye Dhamma hetuppabhava", yang berarti "Segala sesuatu yang terjadi berasal dari suatu sebab".

    Mendengar syair tersebut mata batin Upatissa terbuka. Ia langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti magga dan phala.

    Sesuai janji bersamanya, ia pergi menemui temannya Kolita, menjelaskan padanya bahwa ia, Upatissa, telah mencapai tahap keadaan tanpa kematian, dan mengulangi syair tersebut di hadapan temannya. Kolita juga berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti pada saat akhir syair itu diucapkan.

    Mereka berdua teringat pada bekas guru mereka, Sanjaya, dan berharap ia mau mengikuti jejak mereka. Setelah bertemu, mereka berdua berkata kepadanya. "Kami telah menemukan seseorang yang dapat menunjukkan jalan dari keadaan tanpa kematian; Sang Buddha telah muncul di dunia ini, Dhamma telah muncul; Sangha telah muncul...., mari kita pergi kepada Sang Guru".

    Mereka berharap bahwa bekas guru mereka akan pergi bersama mereka menemui Sang Buddha, dan berkenan mendengarkan ajaran-Nya juga, sehingga akan mencapai tingkat pencapaian magga dan phala. Tetapi Sanjaya menolak.

    Oleh karena itu, Upatissa dan Kolita, dengan dua ratus lima puluh pengikutnya, pergi menghadap Sang Buddha di Veluvana.

    Di sana mereka ditahbiskan dan bergabung dalam pasamuan para bhikkhu. Upatissa sebagai anak laki-laki dari Rupasari menjadi lebih dikenal sebagai Sariputta. Kolita sebagai anak laki-laki dari Moggalli lebih dikenal sebagai Moggallana. Dalam tujuh hari setelah menjadi anggota Sangha, Moggallana mencapai tingkat kesucian arahat. Sariputta mencapai tingkat yang sama dua minggu setelah menjadi anggota Sangha.

    Kemudian, Sang Buddha menjadikan mereka berdua sebagai dua murid utama-Nya (agga-savaka).

    Kedua murid utama itu kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana mereka pergi ke festival Giragga, pertemuan dengan Assaji Thera, dan pencapaian tingkat kesucian sotapatti. Mereka juga bercerita kepada Sang Buddha tentang bekas guru mereka, Sanjaya, yang menolak ajakan mereka.

    Sanjaya pernah berkata, "Telah menjadi guru dari sekian banyak murid, bagiku untuk menjadi murid-Nya adalah sulit, seperti kendi yang berubah menjadi gelas minuman. Di samping hal itu, hanya sedikit orang yang bijaksana dan sebagian besar adalah bodoh. Biarkan yang bijaksana pergi kepada Sang Gotama yang bijaksana, sedangkan yang bodoh akan tetap datang kepadaku. Pergilah sesuai kehendakmu, murid-muridku".

    Sang Buddha menjelaskan bahwa kesalahan Sanjaya adalah keangkuhannya, yang menghalanginya untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran; ia telah melihat ketidak-benaran sebagai kebenaran dan tidak akan pernah mencapai pada kebenaran yang sesungguhnya.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 11 dan 12 berikut:

    Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai kebenaran,
    dan kebenaran sebagai ketidak-benaran,
    maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu,
    tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.

    Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran,
    dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran,
    maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu,
    akan dapat menyelami kebenaran.


    Banyak bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Tue Aug 04, 2009 2:12 am

    Kisah Nanda Thera



    DHAMMAPADA I, 13-14


    Suatu ketika Sang Buddha menetap di Vihara Veluvana, Rajagaha. Waktu itu ayah-Nya, Raja Suddhodana, berulangkali mengirim utusan kepada Sang Buddha, meminta Beliau mengunjungi kota Kapilavatthu. Memenuhi permintaan ayahnya, Sang Buddha mengadakan perjalanan dengan diikuti oleh sejumlah besar arahat.

    Saat tiba di Kapilavatthu Sang Buddha bercerita tentang Vessantara Jataka di hadapan pertemuan saudara-saudaranya. Pada hari kedua, Sang Buddha memasuki kota, dengan mengucapkan syair berawal "Uttitthe Nappamajjeyya..." (artinya seorang harus sadar dan tidak seharusnya menjadi tidak waspada...). Beliau menyebabkan ayah-Nya mencapai tingkat kesucian sotapatti.

    Ketika tiba di dalam istana, Sang Buddha mengucapkan syair lainnya berawal "Dhammam Care Sucaritam..." (artinya seseorang seharusnya mempraktekkan Dhamma...), dan sang raja berhasil mencapai tingkat kesucian sakadagami.

    Setelah bersantap makanan, Sang Buddha menceritakan tentang Candakinnari Jataka, berkenaan kisah kebajikan ibunya Rahula.

    Pada hari ketiga, di istana berlangsung upacara pernikahan Pangeran Nanda, sepupu Sang Buddha. Sang Buddha pergi ke sana untuk menerima dana makanan (pindapatta), dan memberikan mangkok-Nya kepada Pangeran Nanda. Kemudian Sang Buddha pergi meninggalkannya tanpa meminta kembali mangkok-Nya.

    Karena itu sang pangeran, sambil memegangi mangkok, berjalan mengikuti Sang Buddha. Pengantin putri, Janapadakalyani, melihat sang pangeran pergi mengikuti Sang Buddha, terus berlari dan berteriak pada sang pangeran untuk kembali secepatnya. Ketika tiba di vihara, Sang Pangeran diterima dalam Sangha sebagai seorang bhikkhu.

    Kemudian Sang Buddha berpindah ke vihara yang didirikan oleh Anathapindika, di hutan Jeta dekat Savatthi.

    Selama tinggal di sana Nanda merasa tidak senang, dan setengah kecewa serta menemukan sedikit kesenangan dalam hidup sebagai seorang bhikkhu. Ia ingin kembali pada kehidupan berumah-tangga karena ia terus teringat kata-kata dari Putri Janapadakalyani, memohonnya untuk kembali secepatnya. Hatinya menjadi goyah. Dan semakin goyah.

    Mengetahui hal tersebut, Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa, memperlihatkan kepada Nanda beberapa dewi yang cantik dari surga Tavatimsa, jauh lebih cantik daripada Putri Janapadakalyani.

    Sang Buddha bertanya kepada Nanda, "Siapakah yang lebih cantik, Putri Janapadakalyani atau para dewi yang berdiri di hadapanmu itu?"

    "Tentu saja mereka jauh lebih cantik dibandingkan dengan Putri Janapadakalyani", jawab Nanda.

    Sang Buddha berkata lagi kepada Nanda, "Apabila engkau tekun dalam mempraktekkan Dhamma, Aku berjanji untuk membantumu memiliki dewi-dewi itu".

    Mendengar pernyataan itu, Nanda tertarik dan sekali lagi berjanji akan mematuhi Sang Buddha.

    Bhikkhu-bhikkhu yang lain menertawakan Nanda dengan berkata bahwa ia seperti orang bayaran, yang mempraktekkan Dhamma demi memperoleh wanita cantik, dan sebagainya.

    Nanda merasa sangat tertekan dan malu. Karena itu dalam kesendirian, ia mencoba dengan keras mempraktekkan Dhamma, dan akhirnya mencapai tingkat kesucian arahat.

    Sebagai seorang arahat, batinnya bebas dari semua ikatan dan keinginan. Dan Sang Buddha juga bebas dari janji-Nya kepada Nanda. Semua ini telah diketahui-Nya sejak awal.

    Bhikkhu-bhikkhu yang lainnya, yang semula mengetahui bahwa Nanda tidak gembira menjalani hidup sebagai bhikkhu, kembali bertanya bagaimana ia bisa mengatasinya.

    Nanda Thera menjawab bahwa sekarang ia tidak lagi terikat dengan kehidupan berumah-tangga. Mereka berpikir Nanda tidak berkata yang sebenarnya. Karena itu mereka mencari keterangan perihal masalah itu kepada Sang Buddha, dengan menyatakan keragu-raguan mereka.

    Sang Buddha menjelaskan kepada mereka bahwa sebelumnya, kenyataan alamiah Nanda sama seperti atap rumah yang bocor, tetapi sekarang rumah itu telah dibangun dengan atap rumah yang baik.

    Penjelasan itu diakhiri dengan syair 13 dan 14 berikut ini:

    Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris,
    demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.

    Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik,
    demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik


    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Tue Aug 04, 2009 2:19 am

    Kisah Cundasukarika



    DHAMMAPADA I ; 15


    Pada suatu dusun tidak jauh dari Vihara Veluvana, hidup seorang penjagal babi yang sangat kejam dan keras hati, bernama Cunda. Ia adalah penjagal babi yang sudah berusia lebih dari lima puluh tahun; selama hidupnya dia belum pernah melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat. Sebelum dia meninggal, dia sakit parah dan mengalami penderitaan yang berat. Dia mendengkur, berteriak-teriak dan seperti babi selama tujuh hari. Sebelum meninggal dunia, dia mengalami penderitaan seperti kalau dia berada di neraka (niraya). Pada hari ketujuh, penjagal babi itu meninggal dunia, dan dilahirkan kembali di Neraka Avici (Avici Niraya).

    Beberapa bhikkhu yang dalam beberapa hari berturut-turut mendengar teriakan-teriakan dan kegaduhan dari rumah Cunda berpikir, pastilah Cunda sedang sibuk membunuhi lebih banyak babi. Mereka berpendapat bahwa Cunda adalah seorang yang sangat kejam dan keji. Yang tidak mempunyai cinta kasih dan belas kasihan sedikitpun.

    Mendengar pergunjingan para bhikkhu tadi, Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, Cunda tidak sedang membunuhi lebih banyak babi. Perbuatan jahatnya yang lampau telah berbuah. Karena rasa sakit yang sangat akibat penyakit yang dideritanya, ia melakukan hal-hal yang tidak normal. Sekarang ia telah meninggal dan terlahir di alam neraka. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan perbuatan jahat akan selalu menderita akibat dari perbuatan jahat yang dilakukannya; dia menderita dalam dunia ini sama seperti pada alam berikutnya".

    Hal itu diwejangkan oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair 15 berikut ini:

    Di dunia ini ia bersedih hati,
    di dunia sana ia bersedih hati;
    pelaku kejahatan akan bersedih hati di kedua dunia itu.
    Ia bersedih hati dan meratap karena melihat perbuatannya sendiri yang tidak bersih


    Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Sun Aug 09, 2009 8:40 pm

    Kisah Upasaka Dhammika



    DHAMMAPADA I, 16

    Di Savatthi ada seseorang yang bernama Dhammika. Ia seorang umat yang berbudi luhur dan sangat gemar memberikan dana. Selain sering memberikan dana makanan serta kebutuhan lain kepada para bhikkhu secara tetap, juga sering berdana pada waktu-waktu yang istimewa. Pada kenyataannya, ia merupakan pemimpin dari lima ratus umat Buddha yang berbudi luhur dan tinggal di dekat Savatthi.

    Dhammika mempunyai tujuh orang putra dan tujuh orang putri. Sama seperti ayahnya, mereka semuanya berbudi dan tekun berdana. Ketika Dhammika jatuh sakit, dan berbaring di tempat tidurnya ia membuat permohonan kepada Sangha untuk datang kepadanya, untuk membacakan paritta-paritta suci di samping pembaringannya.

    Ketika para bhikkhu membacakan "Mahasatipatthana Sutta", enam kereta berkuda yang penuh hiasan dari enam alam surga datang mengundangnya pergi ke masing-masing alam. Dhammika berkata kepada mereka untuk menunggu sebentar, takut kalau mengganggu pembacaan sutta. Bhikkhu-bhikkhu itu berpikir bahwa mereka disuruh untuk berhenti, maka mereka berhenti dan kemudian meninggalkan tempat itu.

    Sesaat kemudian, Dhammika memberitahu anak-anaknya tentang enam kereta kuda yang penuh hiasan sedang menunggunya. Ia memutuskan untuk memilih kereta kuda dari surga Tusita dan menyuruh salah satu dari anaknya memasukkan karangan bunga pada kereta kuda tersebut. Kemudian ia meninggal dunia, dan terlahir kembali di surga Tusita.

    Demikianlah orang berbudi luhur berbahagia di dunia ini sama seperti di alam berikutnya.

    Hal ini dibabarkan Sang Buddha sebagai syair 16 berikut:

    Di dunia ini ia bergembira,
    di dunia sana ia bergembira,
    pelaku kebajikan bergembira di kedua dunia itu.
    Ia bergembira dan bersuka cita karena melihat perbuatannya sendiri yang bersih
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Sun Aug 09, 2009 8:46 pm

    Kisah Devadatta



    DHAMMAPADA I, 17

    Suatu saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi. Selama tinggal di sana ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian dan penghormatan maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha dan bercita-cita untuk memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.

    Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.

    Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan rencana melakukan pengumuman (pakasaniya kamma) sehubungan dengan kelakuan Devadatta.

    Devadatta merasa tersinggung serta bersumpah membalas dendam dan menantang Sang Buddha. Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.

    Pertama, dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua, dengan memanjat ke atas bukit Gijjhakuta dan menjatuhkan sebuah batu besar kepada Sang Buddha; dan ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk menyerang Sang Buddha.

    Pemanah sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian sotapatti, tanpa menyakiti Sang Buddha.

    Batu besar yang didorong jatuh oleh Devadatta melukai sedikit jari kaki Sang Buddha, dan ketika Gajah Nalagiri lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh Sang Buddha.

    Dengan demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha. Dia mencoba siasat lainnya, mencoba memecah belah Sangha dengan cara membawa pergi beberapa bhikkhu baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.

    Bagaimanapun juga, banyak di antara mereka telah dibawa pulang kembali oleh Sariputta Thera dan Maha Moggallana Thera.

    Kemudian, Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit selama sembilan bulan, dia meminta murid-muridnya untuk membawanya menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.

    Ketika Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat Vihara Jetavana, para pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di tepi kolam, dan mereka pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya, dan menaruhkan kedua kakinya di tanah.

    Pada saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit demi sedikit dia ditelan bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk melihat Sang Buddha karena perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang Buddha. Setelah kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya), tempat yang penuh dengan penyiksaan terus-menerus.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 17 berikut:

    Di dunia ini ia menderita,
    di dunia sana ia menderita;
    pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu.
    Ia meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat",
    dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Sun Aug 09, 2009 8:54 pm

    Kisah Sumanadevi



    DHAMMAPADA I, 18

    Dekat Savatthi, di rumah Anathapindika dan rumah Visakha, dua ribu bhikkhu memperoleh pelayanan setiap hari.

    Di rumah Visakha, dana makanan diatur pemberiannya oleh cucu perempuannya. Di rumah Anathapindika, pengaturan dana makanan dilakukan, pertama oleh anak perempuan Anathapindika tertua, kemudian oleh anak perempuan kedua, dan akhirnya oleh Sumanadevi, anak perempuan yang termuda. Kedua saudara perempuannya yang lebih tua mencapai tingkat kesucian sotapatti dengan mendengarkan Dhamma, setelah melayani dana makan para bhikkhu. Sumanadevi melakukan lebih baik dan ia mencapai tingkat kesucian sakadagami.

    Suatu ketika Sumanadevi jatuh sakit, dan di tempat tidurnya ia memohon kehadiran ayahnya. Ayahnya datang, ia memanggil langsung ayahnya sebagai "Adik laki-laki" (kanitha bhatika), kemudian ia meninggal dunia.

    Istilah panggilan itu membuat ayahnya khawatir, gelisah, dan berduka cita, memikirkan bahwa putrinya telah menggigau dan tidak dalam waktu kesadaran yang tepat pada saat kematiannya. Ia menghampiri Sang Buddha, dan menceritakan perihal putrinya, Sumanadevi.

    Sang Buddha berkata kepada orang kaya yang berbudi luhur itu bahwa putrinya telah dalam kesadaran dan sepenuhnya tenang pada saat ia meninggal dunia. Sang Buddha juga menjelaskan bahwa Sumanadevi telah menyebut ayahnya dengan sebutan "adik laki-laki" karena ia mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi daripada tingkat kesucian ayahnya. Ia adalah seorang sakadagami sedangkan ayahnya hanya seorang sotapanna. Anathapindika juga diberitahu bahwa Sumanadevi telah dilahirkan kembali di surga Tusita.

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 18 berikut:

    Di dunia ini ia bahagia,
    di dunia sana ia berbahagia;
    pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu.
    Ia akan berbahagia ketika berpikir, "Aku telah berbuat bajik",
    dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Sun Aug 09, 2009 9:09 pm

    Kisah Dua Orang Sahabat



    DHAMMAPADA I ; 19-20


    Suatu ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group daripada bhikkhu tersebut.

    Bhikkhu lainnya berusaha keras, tekun, dan sangat rajin dalam meditasi sehingga ia mencapai tingkat kesucian arahat dengan pandangan terang analitis.

    Pada suatu kesempatan, ketika bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana, kedua bhikkhu tersebut bertemu. Bhikkhu ahli Dhamma tidak mengetahui bahwa bhikhhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Dia memandang rendah bhikkhu kedua itu, dia berpikir bahwa bhikkhu tua ini hanya mengetahui sedikit Dhamma. Maka dia berpikir akan mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya, bahkan ingin membuat malu.

    Sang Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu, Sang Buddha juga mengetahui bahwa hasilnya akan membuat kesulitan bagi pengikut luhur seperti bhikkhu terpelajar itu. Dia akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah.

    Dengan dilandasi kasih sayang, Sang Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Sang Buddha sendiri bertanya perihal "Penunggalan Kesadaran" (jhana) dan "Jalan Kesucian" (magga) kepada guru Dhamma; tetapi dia tidak dapat menjawab karena dia tidak mempraktekkan apa yang telah diajarkan.

    Bhikkhu sahabatnya telah mempraktekkan Dhamma dan telah mencapai tingkat kesucian arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Sang Buddha memuji bhikkhu yang telah mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan Beliau untuk orang yang terpelajar (ganthika).

    Murid-murid yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji bhikkhu tua dan tidak memuji kepada guru yang telah mengajari mereka. Karena itu, Sang Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka.

    Pelajar yang banyak belajar tetapi tidak mempraktekkannya sesuai Dhamma adalah seperti penggembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh upah, sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut. Jadi orang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh murid-muridnya, bukan manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

    Bhikkhu lainnya, berpikir dia mengetahui sedikit dan hanya bisa sedikit dalam menguraikan Dhamma, telah memahami dengan jelas inti dari Dhamma dan telah mempraktekkannya dengan tekun dan penuh semangat; adalah seseorang yang berkelakuan sesuai Dhamma (anudhammacari). Yang telah menghancurkan nafsu indria, kebencian, dan ketidak-tahuan, pikirannya telah bebas dari kekotoran batin, dan dari semua ikatan terhadap dunia ini maupun pada yang selanjutnya, ia benar-benar memperoleh manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 19 dan 20 berikut ini:

    Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci,
    tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran,
    maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain;
    ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.


    Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci,
    tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria,
    kebencian dan ketidak-tahuan,
    memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu,
    tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana;
    maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

    Like a Star @ heaven Like a Star @ heaven Like a Star @ heaven Like a Star @ heaven Like a Star @ heaven
    co_ols
    co_ols
    Admin
    Admin


    Male Sagittarius Jumlah posting : 1561
    Points : 3071
    Join date : 31.03.09
    Lokasi : JAPAN ( JAkarta PANas )

    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by co_ols Sun Aug 09, 2009 9:21 pm


    Arrow BAB 2. Appamada Vagga : Heedfulness (Kewaspadaan)

    Sponsored content


    BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan) Empty Re: BAB I, Yamaka Vagga : The Twin Verses (Syair Berpasangan)

    Post by Sponsored content


      Waktu sekarang Thu Nov 21, 2024 10:39 pm